Pengelolaan Tanah Adat Keraton Kasepuhan Cirebon dalam Bingkai Kebijakan Agraria Nasional terhadap UUPA
DOI:
https://doi.org/10.53686/jp.v14i1.239Keywords:
UUPA, tanah adat, hukum adatAbstract
Dalam konteks kepastian hukum di bidang pertahanan, struktur hukum jelas sangat diperlukan. Kejelasan mengenai status tanah, kepemilikan, bukti kepemilikan, batas-batas, dan luasnya sangat penting dalam menyelesaikan konflik dan sengketa tanah. Tujuannya adalah untuk menghindari ketidakjelasan dan konflik yang mungkin timbul terkait pengakuan dan penguasaan tanah oleh pihak tertentu. Sebagai contoh, kasus konflik yang muncul di sekitar tanah adat Keraton Kasepuhan Cirebon menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana-perlindungan-hukum-terhadap-hak-hak-masyarakat-adat- setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahunc1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Pendekatan deskriptif analitis dengan metode pendekatan yuridis normatif digunakan dalam penulisan ini, dengan menganalisis sumber data primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian-ini menunjukkan beberapa hal. Pertama,-secara-formal,-status-tanah adat (ulayat) diakui dan dilindungi selama masih ada dalam kenyataan. Konstitusionalnya, hak-hak tradisional dari masyarakat hukum adat juga mendapat perlindungan. Kedua, status hukum tanah Keraton Kasepuhan Cirebong dapat ditelusuri kembali dari Inggris, Belanda, awal kemerdekaan, hingga era reformasi sebagai hak milik atau hak turun temurun dari Kasultanan Kasepuhan Cirebon. Ketiga,dalam konteks hukum tanah nasional, hak ulayat diakui sebagaimana-diatur-dalam peraturan-peraturan yang berlaku, dan masih ada sekelompok orang yang mengikuti tatanan hukum adat dalam kehidupan mereka sehari-hari. Mekanisme penyelesaian-masalah hak ulayat-dalam konteks Kesultanan-Cirebon diatur-dalam peraturan-yang berlaku. Sengketa tanah antara Keraton Kasepuhan Cirebon dan Pemerintah Kota Cirebon merupakan kasus yang kompleks dan belum terselesaikan, yang memerlukan pendekatan yang komprehensif dan konsultatif lintas-sektor untuk mencapai solusi yang adil dan berkelanjutan.
In the context of legal certainty in the land sector, a clear legal structure is needed. This is important because in resolving land conflicts and disputes, clarity regarding land status, ownership, proof of ownership, boundaries and extent is needed. This aims to avoid ambiguities and conflicts that may arise regarding the recognition and control of land by certain parties. For example, the conflict that arose around the customary land of Keraton Kasepuhan Cirebon raises the question of how the legal protection of the rights of indigenous peoples after the enactment of Law Number 5 of 1960 concerning Agrarian Principles. This writing uses an analytical descriptive approach using a normative juridical approach method, namely by analysing primary, secondary, and tertiary data sources. The results of this research show several things. First, formally, the status of customary land (ulayat) is recognised and protected as long as it still exists in reality. Constitutionally, the traditional rights of customary law communities also receive protection. Second, the legal status of Cirebon Kasepuhan Palace land can be traced back from the British, Dutch, early independence, to the reform era as property rights or hereditary rights of the Kasultanan Kasepuhan Cirebon. Third, in the context of national land law, customary rights are recognised as stipulated in applicable regulations, and there is still a group of people who follow customary law in their daily lives. The mechanism for resolving customary rights issues in the context of the Sultanate of Cirebon is regulated in the applicable regulations.
References
A.P, Parlindungan. (1987). Landreform Di Indonesia: Suatu Studi Pembangunan. Bandung: PT. Alumni.
Abbas, H. D., Bunga, M., & Salmawat. (2018). The Wife’s Rights Over Mahar Sompa Of Traditional Marriage In Bugis Makassar (The Analysis of PA Decission Nomor 25/Pdt.P/2011/PABlk).
Jurnal Ilmu Hukum, 20(2), 203-218. DOI: https://doi. org/10.24815/kanun.v20i2.10659
Abdurrahman. (1994). Kedudukan Hukum Adat Dalam Perundang-Undangan Agraria Indonesia. Jakarta: Akademika Pressindo.
Ayu, I. K. (2019). Problematika Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Melalui Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap di Kota Batu. Legality, 27(1), 27–40.
Handayani, I. R., Karjoko, L., & Jaelani, A. K. (2019). Model Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi yang Eksekutabilitas Dalam Pengujian Peraturan Perundang Undangan di Indonesia. Bestuur, 7(1), 36 46. DOI: https://doi.org/10.20961/bestuur. v7i1.42700
Harsono, B. (2003). Hukum Agraria Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. Jakarta: Djambatan.
Karjoko, L. (2017). Setting of Plantation Land Area Limitation Based on Social Function Principles of Land Cultivation Rights To Realize Social Welfare-Promoting Plantation. Dinamika Hukum, 17(1), 1-7. DOI: http://dx.doi.org/10.20884/1. jdh.2017.17.1.606
Kusnardi, M., & Ibrahim, H. (1998). Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. CV. Sinar Dalih. L Kajoko,
Rosidah, Z. N., & Handayani, I. R. (2019). Refleksi Paradigma Ilmu Pengetahuan Bagi Pembangunan Hukum Pengadaan Tanah. Bestuur, 7(1), 1-14 DOI: https://doi. org/10.20961/bestuur.v7i1.42694
Luthfi, A. N. (2018). Reforma Kelembagaan dalam Kebijakan Reforma Agraria Era Joko Widodo-Jusuf Kalla (Institutional Reform in the Joko Widodo-Jusuf Kalla Era of Agrarian Reform Policy). Jurnal Bhumi, 4(2), 140–163. DOI: https://doi. org/10.31292/jb.v4i2.276
Marryanti , S., & Purbawa, Y. (2018). Optimization of Factors That Affect The Success of Complete Systematic Land Registration. BHUMI: Jurnal Agraria dan Pertanahan, 4(2), 190–207. DOI: org/10.31292/jb.v4i2.278 https://doi.org/10.31292/jb.v4i2.278
Mujiburohman, D. A. (2018). Potensi Permasalahan Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL). BHUMI: Jurnal Agraria dan Pertanahan, 4(1), 88–101. DOI: https://doi. org/10.31292/jb.v4i1.217
Murbarani, T. D. (2019). Status Hukum Tanah Keraton Kasepuhan Cirebon Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria .
Pena Justisia, 18 (2), 117 125. DOI: http://dx.doi.org/10.31941/ pj.v18i2.1130
Murni, C. S. (2018). Peralihan Hak Atas Tanah Tanpa Sertipikat. Lex Librum: Jurnal Ilmu Hukum, 4(2), 680-692. DOI: http://dx.doi. org/10.46839/lljih.v4i2
Nurlinda, I. (2018). Perolehan Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) yang Berasal dari Kawasan Hutan: Permasalahan dan Pengaturannya. Veritas et Justitia, 4(2), 252-273 DOI: https://doi.org/10.25123/vej.v4i2.2919
Permatasari, E., Adjie, H., & Djanggih, H. (2018). Perlindungan Hukum Kepemilikan Tanah Absentee Yang Diperoleh Akibat Pewarisan. Varia Justicia, 14(1), 1-9. DOI: https://doi.org/10.31603/variajusticia. v14i1.2052
Pradini, I. K., Sudjanto, B., & Nurjannah. (2019). Implementasi Program Sekolah Adiwiyata Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan di SDN Tanah Tinggi 3 Kota Tangerang. Jurnal Green Growth dan Manajemen Lingkungan, 7(2), 122-132)
Saragih, D. (1996). Pengantar Hukum Adat Indonesia. Bandung:
Tarsito. Soekanto, S. (1994). Hukum Adat Indonesia. Jakarta: Rajawali.
Subekti, R., Karjok, L., & Astuti, W. (2013). Kebijakan Tata Ruang di Kabupaten Kutai Kartanegara (Studi Valorisasi Ruang). Yustisia Jurnal Hukum, 2(2), 44-55 DOI: https://doi. org/10.20961/yustisia. v2i2.10184
Supomo, R. (1963). Bab-Bab Tentang Hukum Adat. Jakarta: Pradnya Paramitha.
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2024 Jurnal Pertanahan

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Copyright @2021. This is an open-access article distributed under the terms of the Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License (http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0/) which permits unrestricted non-commercial use, distribution, and reproduction in any medium.

